Khamis, 27 Ogos 2009

~KeRaNa DiA MaNuSiA BiAsA~


Assalamualaikum. .. Semoga bermanfaat.. .... baik utk yang melamar
ataupun yg dilamar, ataupun bagi yang sudah berumah tangga......


Renungan buat yang sedang mencari pasangan hidup ataupun yang sedang mengemudi bahtera rumah tangga.. Mengapa? Kerana Dia Manusia Biasa ......


Kerana Dia Manusia Biasa ...


Setiap kali ada sahabat yang ingin menikah, saya selalu mengajukan
pertanyaan yang sama. Kenapa kamu memilih dia sebagai suami/isterimu?
Jawabannya ada bermacam-macam. Bermula dengan jawaban kerana Allah
hinggalah jawaban duniawi.

Tapi ada satu jawaban yang sangat menyentuh di hati saya. Hingga saat
ini saya masih ingat setiap detail percakapannya. Jawaban dari salah seorang
teman yang baru saja menikah. Proses menuju pernikahannya sungguh ajaib.

Mereka hanya berkenalan 2 bulan. Kemudian membuat keputusan menikah.
Persiapan pernikahan mereka hanya dilakukan dalam waktu sebulan saja.
Kalau dia seorang akhwat, saya tidak hairan. Proses pernikahan seperti ini
selalu dilakukan. Dia bukanlah akhwat, sebagaimana saya. Satu hal yang pasti,
dia jenis wanita yang sangat berhati-hati dalam memilih suami.

Trauma dikhianati lelaki membuat dirinya sukar untuk membuka hati.
Ketika dia memberitahu akan menikah, saya tidak menganggapnya serius. Mereka
berdua baru kenal sebulan. Tapi saya berdoa, semoga ucapannya menjadi
kenyataan.
Saya tidak ingin melihatnya menangis lagi.

Sebulan kemudian dia menemui saya. Dia menyebutkan tarikh pernikahannya.
Serta meminta saya untuk memohon cuti, agar dapat menemaninya semasa
majlis pernikahan. Begitu banyak pertanyaan dikepala saya. Sebenarnya.. ..!!!
Saya ingin tau, kenapa dia begitu mudah menerima lelaki itu. Ada apakah
gerangan? Tentu suatu hal yang istimewa. Hingga dia boleh memutuskan
untuk bernikah secepat ini. Tapi sayang, saya sedang sibuk ketika itu
(benar-benar sibuk).

Saya tidak dapat membantunya mempersiapkan keperluan pernikahan.
Beberapa kali dia menelefon saya untuk meminta pendapat tentang beberapa perkara.
Beberapa kali saya telefon dia untuk menanyakan perkembangan persiapan
pernikahannya. That's all......Kami tenggelam dalam kesibukan masing-masing.
Saya menggambil cuti 2 hari sebelum pernikahannya. Selama cuti itu saya
memutuskan untuk menginap dirumahnya.

Pukul 11 malam sehari sebelum pernikahannya, baru kami dapat berbual
-hanya- berdua. Hiruk pikuk persiapan akad nikah besok pagi, sungguh membelenggu
kami. Pada awalnya kami ingin berbual tentang banyak hal.
Akhirnya, dapat juga kami berbual berdua. Ada banyak hal yang ingin saya
tanyakan. Dia juga ingin bercerita banyak perkara kepada saya. Beberapa
kali Mamanya mengetok pintu, meminta kami tidur.

"Aku tak boleh tidur." Dia memandang saya dengan wajah bersahaja. Saya
faham keadaanya ketika ini.
"Matikan saja lampunya, biar disangka kita dah tidur."
"Ya.. ya." Dia mematikan lampu neon bilik dan menggantinya dengan lampu
yang samar. Kami meneruskan perbualan secara berbisik-bisik.
Suatu hal yang sudah lama sekali tidak kami lakukan. Kami berbual banyak
perkara, tentang masa lalu dan impian-impian kami. Wajah keriangannya
nampak jelas dalam kesamaran. Memunculkan aura cinta yang menerangi bilik
ketika itu. Hingga akhirnya terlontar juga sebuah pertanyaan yang selama ini
saya pendamkan.

"Kenapa kamu memilih dia?" Dia tersenyum simpul lalu bangkit dari
baringnya sambil meraih HP dibawah bantalku. Perlahan dia membuka laci meja
hiasnya. Dengan bantuan lampu LCD HP dia mengais lembaran kertas didalamnya.
Perlahan dia menutup laci kembali lalu menyerahkan sekeping envelop
kepada saya. Saya menerima HP dari tangannya. Envelop putih panjang dengan cop
surat syarikat tempat calon suaminya bekerja. Apa ni. Saya melihatnya
tanpa mengerti. Eeh..., dia malah ketawa geli hati.

"Buka aja." Sebuah kertas saya tarik keluar. Kertas putih bersaiz A4,
saya melihat warnanya putih. Hehehehehehe. .......
"Teruknya dia ni." Saya menggeleng-gelengka n kepala sambil menahan
senyum. Sementara dia cuma ketawa melihat ekspresi saya. Saya mula
membacanya. Saya membaca satu kalimat diatas, dibarisan paling atas. Dan sampai saat
inipun saya masih hafal dengan kata-katanya. Begini isi surat itu.......


Kepada .........

Calon isteri saya, calon ibu anak-anak saya, calon menantu Ibu saya dan calon kakak buat adik-adik saya Assalamu'alaikum Wr Wb Mohon maaf kalau anda tidak berkenan. Tapi saya mohon bacalah surat ini hingga akhir. Baru kemudian silakan dibuang atau dibakar, tapi saya mohon, bacalah dulu sampai selesai.


Saya, yang bernama ............ ... menginginkan anda ............ ...
untuk menjadi isteri saya. Saya bukan siapa-siapa. Saya hanya manusia biasa.
Buat masa ini saya mempunyai pekerjaan.
Tetapi saya tidak tahu apakah kemudiannya saya akan tetap bekerja. Tapi
yang pasti saya akan berusaha mendapatkan rezeki untuk mencukupi keperluan
isteri dan anak-anakku kelak.

Saya memang masih menyewa rumah. Dan saya tidak tahu apakah kemudiannya
akan terus menyewa selamannya. Yang pasti, saya akan tetap berusaha agar
isteri dan anak-anak saya tidak kepanasan dan tidak kehujanan.

Saya hanyalah manusia biasa, yang punya banyak kelemahan dan beberapa
kelebihan. Saya menginginkan anda untuk mendampingi saya. Untuk menutupi
kelemahan saya dan mengendalikan kelebihan saya. Saya hanya manusia
biasa. Cinta saya juga biasa saja.

Oleh kerana itu. Saya menginginkan anda supaya membantu saya memupuk dan
merawat cinta ini, agar menjadi luar biasa.
Saya tidak tahu apakah kita nanti dapat bersama-sama sampai mati. Kerana
saya tidak tahu suratan jodoh saya. Yang pasti saya akan berusaha sekuat
tenaga menjadi suami dan ayah yang baik.

Kenapa saya memilih anda? Sampai saat ini saya tidak tahu kenapa saya
memilih anda. Saya sudah sholat istiqarah berkali-kali, dan saya semakin
mantap memilih anda.
Yang saya tahu, Saya memilih anda kerana Allah. Dan yang pasti, saya
menikah untuk menyempurnakan agama saya, juga sunnah Rasulullah. Saya tidak
berani menjanjikan apa-apa, saya hanya berusaha sekuat mungkin menjadi lebih
baik dari sekarang ini.

Saya memohon anda sholat istiqarah dulu sebelum memberi jawaban pada
saya. Saya beri masa minima 1 minggu, maksima 1 bulan. Semoga Allah ridho
dengan jalan yang kita tempuh ini. Amin

Wassalamu'alaikum Wr Wb


Saya memandang surat itu lama. Berkali-kali saya membacanya. Baru kali
ini saya membaca surat 'lamaran' yang begitu indah.
Sederhana, jujur dan realistik. Tanpa janji-janji yang melambung dan
kata yang berbunga-bunga. Surat cinta biasa.
Saya menatap sahabat disamping saya. Dia menatap saya dengan senyum
tertahan.

"Kenapa kamu memilih dia......?"
"Kerana dia manusia biasa....... " Dia menjawab mantap. "Dia sedar
bahawa dia manusia biasa. Dia masih punya Allah yang mengatur hidupnya.
Yang aku tahu dia akan selalu berusaha tapi dia tidak menjanjikan
apa-apa. Soalnya dia tidak tahu, apa yang akan terjadi pada kami kemudian hari.
Entah kenapa, justru itu memberikan kesenangan tersendiri buat aku."

"Maksudnya?"
"Dunia ini fana. Apa yang kita punya hari ini belum tentu besok masih
ada. betuI tak? Paling tidak.... Aku tau bahawa dia tidak akan frust kalau
suatu masa nanti kami jadi miskin.

"Ssttt...... ." Saya menutup mulutnya. Khuatir kalu ada yang tau kami
belum tidur. Terdiam kami memasang telinga.

Sunyi. Suara jengkering terdengar nyaring diluar tembok. Kami saling
berpandangan lalu gelak sambil menutup mulut masing-masing.
"Udah tidur. Besok kamu mengantuk, aku pula yang dimarahi Mama." Kami
kembali berbaring. Tapi mata ini tidak boleh pejam. Percakapan kami tadi
masih terngiang terus ditelinga saya.
"Gik.....?"
"Tidur...... Dah malam." Saya menjawab tanpa menoleh padanya. Saya ingin
dia tidur, agar dia kelihatan cantik besok pagi. Rasa mengantuk saya telah
hilang, rasanya tidak akan tidur semalaman ini.

Satu lagi pelajaran dari pernikahan saya peroleh hari itu. Ketika
manusia sedar dengan kemanusiannya. Sedar bahawa ada hal lain yang mengatur
segala kehidupannya. Begitu juga dengan sebuah pernikahan. Suratan jodoh sudah
terpahat sejak ruh ditiupkan dalam rahim. Tidak ada seorang pun yang
tahu bagaimana dan berapa lama pernikahannya kelak.

Lalu menjadikan proses menuju pernikahan bukanlah sebagai beban tetapi
sebuah 'proses usaha'. Betapa indah bila proses menuju pernikahan
mengabaikan harta, tahta dan 'nama'.
Status diri yang selama ini melekat dan dibanggakan (aku anak orang
ini/itu), ditanggalkan.
Ketika segala yang 'melekat' pada diri bukanlah dijadikan pertimbangan
yang utama. Pernikahan hanya dilandasi kerana Allah semata. Diniatkan untuk
ibadah. Menyerahkan segalanya pada Allah yang membuat senarionya.
Maka semua menjadi indah.
Hanya Allah yang mampu menggerakkan hati setiap HambaNYA. Hanya Allah
yang mampu memudahkan segala urusan. Hanya Allah yang mampu menyegerakan
sebuah pernikahan.

Kita hanya boleh memohon keridhoan Allah. MemintaNYA mengurniakan
barokah dalam sebuah pernikahan. Hanya Allah jua yang akan menjaga ketenangan
dan kemantapan untuk menikah.
Jadi, bagaimana dengan cinta?

Ibu saya pernah berkata, Cinta itu proses. Proses dari ada, menjadi
hadir, lalu tumbuh, kemudian merawatnya.
Agar cinta itu dapat bersemi dengan indah menaungi dua insan dalam
pernikahan yang suci. Cinta tumbuh kerana suami/isteri (belahan jiwa).
Cinta paling halal dan suci. Cinta dua manusia biasa, yang berusaha
menggabungkannya agar menjadi cinta yang luar biasa. Amin.

Wallahu 'alam

Tiada ulasan:

Catat Ulasan